MAKALAH - PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN - Menurut Ibnu Khaldun, Muhammad Abduh, dan KH. Hasyim Asy'ari
Pemikiran Filsafat Pendidikan
Ibnu Khaldun, Muhammad Abduh, dan KH. Hasyim Asy'ari
A. Ibn Khaldun
1. Biografi Ibnu Khaldun
Nama lengkap ibnu khaldun adalah Abu Zayd ‘Abd al-Rahman ibn Muhamad ibn Khaldun al-Hadrami, lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H, bertepatan dengan tanggal 27 Mei 1332 M dan meninggal di Kairo pada 808 H/1406 M. Asal keluarga Ibnu Khaldun yang sesungguhnya dari hadramaut, Yaman Selatan. Nama kecilnya adalah Abdurrahman, sedangkan Abu Zaid adalah nama panggilan keluarga, karena dihubungkan dengan anaknya yang sulung. Waliuddin adalah kehormatan dan kebesaran yang dianugerahkan oleh raja Mesir sewaktu ia diangkat menjadi ketua Pengadilan di Mesir.
Dan kalau ditelusuri silsialhnya sampai kepada sahabat Rasulullah yang terkenal meriwayatkan kurang lebih 70 hadis Rasulullah, yaitu Walil bin Hujr. Nenek moyangnya hijrah ke Hijaz sebelum datangnya islam. Nenek moyang Ibnu Khaldun adalah Khalid bin Usman, masuk Andalusia sekita abad ke VII M, karena tertarik oleh kemenangan yang dicapai oleh tentara Islam. Ia menetap di Carmona, suatu kota kecil yang terletak di tengah-tengah antara tiga kota yaitu Cordova, Granada dan Seville, yang di kemudian hari kota ini menjadi pusat kebudayaan Islam di Andalusia.
Di Andalusia keluarga Khaldun memainkan peran yang cukup menonjol baik dari segi pengetahuan maupun dari segi politik. Mereka awalnya menetap di kota Carmon kemudian pindah ke kota Sevilla. Di kota ini mereka memainkan peranan dalam pemerintahan. Akan tetapi melihat kakeknya yang aktif dalam pemerintahan maka ayah Ibn Khaldun memutuskan untuk menjauhkan diri dari dunia politik dan mengkhususkan dirinya untuk bergerak hanya di bidang ilmu pengetahuan. Ayahnya terkenal di bidang bahasa Arab dan tasawuf.
Guru pertama Ibn Khaldun adalah ayahnya sendiri. Dia belajar membaca dan menghafal al-qur’an. Ibnu Khaldun fasih juga dalam mata pelajaran tafsir, hadis, fiqih dan gramatika bahasa arab yang diambilnya dari sejumlah guru yang ada di Tunisia. Ibnu Khaldun mulai berkarir dalam bidang pemerintahan dan politik di kawasan Afrika Barat Laut dan Andalusia selama hampir seperempat Abad. Dalam kurun waktu itu dari sepuluh kali dia pindah jabatan dari satu dinasti ke dinasti yanglain. Jabatan pertama Ibnu Khaldun adalah sebagai anggota majlis keilmuwan Sultan Abu Inal dari Bani Marin di ibu kota Fez. Kemudian dia diangkat menjadi sekertaris Sultan pada tahun 1354.
Selain di dunia politik, Ibnu Khaldun juga mengajarkan ilmunya di masjid. Kemudian pindah ke Biskarah, dan kembali lagi ke Andalusia baru dan menuju Tilimsan tahun 1374 M. Di Tilimsan ini Ibnu Khaldun menemukan tempat untuk menulis dan membaca di rumah bani Arif di dekat benteng Qal’at Ibn Salamah sebagai tempat tinggal dan tinggal di Istana Ibnu Salamah. Ditempat inilah selama empat tahun dia memulai karyanya yang terkenal dengan kitab al-Ibar (sejarah Universal).
Pada tahun 1378 dia meninggalkan istana dan menuju ke Tunisia. Pada tahun 1382 M dia pindah ke Alexandria dan menetap di Mesir. Di Mesir ini ia mengajar di Masjid al-Azhar. Disamping itu juga, ia mengajar kuliah hadis, fiqh maliki, serta menerangkan teori-teori kemashurannya dalam kitab Muqaddimah. Pada tanggal 25 Ramadhan 808 H bertepatan tanggal 19 Maret 1406 Ibnu Khaldun meninggal pada usia 76 tahun. Untuk menghormati nama besarnya dia dimakamkan di pemakaman sufi di Bab al-Nashr Kairo, yang merupakan makam para ulama dan orang-orang penting.
2. Karya-karya Ibnu Khaldun
Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya:
a. at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya)
b. Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis)
c. Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
DR. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di Universitas of Aberdeen, Scotland dalam artikelnya “The Islamic Review & Arabic Affairs” pada tahun 1970-an mengomentari tentang karya-karya Ibnu Khaldun. Ia menyatakan, “Tulisan-tulisan sosial dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-ahli sosiologi dalam bahasa Inggris (yang menulis karya-karyanya dalam bahasa Inggris).” Salah satu tulisan yang sangat menonjol dan populer adalah muqaddimah (pendahuluan) yang merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji hingga saat ini.
Bahkan buku ini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan “gejala-gejala sosial” dengan metode-metodanya yang masuk akal yang dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial tersebut. Pada bab ke dua dan ke tiga, ia berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat modern dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat.
Bab ke dua dan ke empat berbicara tentang gejala-gejala yang berkaitan dengan cara berkumpulnya manusia serta menerangkan pengaruh faktor-faktor dan lingkungan geografis terhadap gejala-gejala ini. Bab ke empat dan kelima, menerangkan tentang ekonomi dalam individu, bermasyarakat maupun negara. Sedangkan bab ke enam berbicara tentang paedagogik, ilmu dan pengetahuan serta alat-alatnya. Sungguh mengagumkan sekali sebuah karya di abad ke-14 dengan lengkap menerangkan hal ihwal sosiologi, sejarah, ekonomi, ilmu dan pengetahuan. Ia telah menjelaskan terbentuk dan lenyapnya negara-negara dengan teori sejarah.
Ibnu Khaldun sangat meyakini sekali, bahwa pada dasarnya negera-negara berdiri bergantung pada generasi pertama (pendiri negara) yang memiliki tekad dan kekuatan untuk mendirikan negara. Lalu, disusul oleh generasi ke dua yang menikmati kestabilan dan kemakmuran yang ditinggalkan generasi pertama. Kemudian, akan datang generasi ke tiga yang tumbuh menuju ketenangan, kesenangan, dan terbujuk oleh materi sehingga sedikit demi sedikit bangunan-bangunan spiritual melemah dan negara itu pun hancur, baik akibat kelemahan internal maupun karena serangan musuh-musuh yang kuat dari luar yang selalu mengawasi kelemahannya.
Karena pemikiran-pemikirannya yang briliyan Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan Alquran yang diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman. Sebagai Muslim dan hafidz Alquran, ia menjunjung tinggi akan kehebatan Alquran. Sebagaimana dikatakan olehnya, “Ketahuilah bahwa pendidikan Alquran termasuk syiar agama yang diterima oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh kerena itu pendidikan Alquran dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran Alquran pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.”
3. Peninggalan-peninggalan Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun pertama kali menjadi perhatian dunia Barat pada tahun 1697, ketika sebuah biografi tentang beliau muncul di Bibliothèque Orientale Barthélemy d'Herbelot de Molainville. Ibnu Khaldun mulai mendapatkan perhatian lebih pada tahun 1806, ketika Silvestre de Sacy's Chrestomathie Arabe memasukkan biografinya bersama dengan terjemahan bagian Muqaddimah sebagai Prolegomena. Pada tahun 1816, de Sacy kembali menerbitkan sebuah biografi dengan deskripsi yang lebih rinci tentang Prolegomena. Rincian lebih lanjut tentang dan sebagian terjemahan Prolegomena muncul selama bertahun-tahun sampai edisi bahasa Arab yang lengkap diterbitkan pada tahun 1858. Sejak saat itu, karya Ibnu Khaldun telah dipelajari secara luas di dunia Barat dengan minat khusus.
· Sejarawan Inggris Arnold J. Toynbee menyebut Muqaddimah sebagai "sebuah filosofi sejarah yang tidak diragukan lagi merupakan karya terbesar dari jenisnya yang pernah diciptakan oleh pikiran manapun kapanpun atau dimanapun."
· Filsuf Inggris Robert Flint menulis hal berikut tentang Ibn Khaldun: "Sebagai seorang ahli teori sejarah, dia sama sekali tidak setara dalam usia atau negara manapun sampai Vico muncul, lebih dari tiga ratus tahun kemudian. Plato, Aristoteles, dan Agustinus bukanlah teman sebayanya, dan Semua yang lain tidak layak untuk disebutkan namanya bersamanya ".
· Abderrahmane Lakhsassi menulis: "Tidak ada sejarawan Arab Maghrib terutama orang-orang Berber dapat melakukan sesuatu tanpa kontribusi historisnya."
· Ahli antropologi filsuf Inggris Ernest Gellner mempertimbangkan definisi pemerintahan oleh Ibnu Khaldun sebagai "sebuah institusi yang mencegah ketidakadilan", sebagai yang terbaik dalam sejarah teori politik.
· Egon Orowan, yang menciptakan konsep socionomy, dipengaruhi oleh gagasan Ibnu Khaldun tentang evolusi masyarakat.
· Arthur Laffer, yang menamai kurva Laffer, mencatat bahwa, antara lain, beberapa gagasan Ibnu Khaldun menginspirasinya.
· Pada tahun 2004, Pusat Komunitas Tunisia meluncurkan Penghargaan Ibnu Khaldun yang pertama sebagai seorang berprestasi berpendidikan tinggi / berpendidikan Tunisia / Amerika yang karyanya mencerminkan gagasan Ibnu Khaldun tentang kekerabatan dan solidaritas. Penghargaan ini dinamai Ibn Khaldun karena dia diakui secara universal sebagai Bapak Sosiologi dan juga untuk konvergensi gagasannya dengan tujuan dan program organisasi.
· Pada tahun 2006, Atlas Economic Research Foundation meluncurkan sebuah kontes esai tahunan untuk siswa yang diberi nama dalam kehormatan Ibnu Khaldun. Tema dari kontes ini adalah "bagaimana individu, think tank, universitas dan pengusaha dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk memungkinkan pasar bebas berkembang dan memperbaiki kehidupan warganya berdasarkan ajaran dan tradisi Islam."
· Pada tahun 2006, Spanyol memperingati ulang tahun ke 600 kematian Ibnu Khaldun.
4. Filsafat Pendidikan menurut Ibnu Khaldun
Menurut Ibn Khaldun, Ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata-mata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan merupakan gejala konklusif yang lahir dari terbentuknya masyarakat dan perkembangannya dalam tahapan kebudayaan. Menurutnya, ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani.
Tujuan pendidikan menurut Ibn Khaldun
a. Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan, yaitu dnegan mengajarkan syair-syair agama menurut al qur’an dan hadis sebab dengan jalan itu potensi iman itu diperkuat, sebagaimana dengan potensi-potensi lain yang jika mendarah daging, maka ia seakan-akan menjadi fithrah.
b. Menyiapkan seseorang dari segi akhlak.
c. Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial.
d. Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan.
e. Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiran seseorang dapat memegang berbagai pekerjaan atau keterampilan tertentu.
f. Menyiapkan seseorang dari segi kesenian, termasuk musik, syair, khat, seni bina dan lain-lain.
Dapat disimpulkan dari penjelasan diatas bahwa, pendidikan bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi juga untuk mendapatkan keahlian.
B. Muhammad Abduh
1. Biografi Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir di Delta Nil (kini wilayah Mesir) pada tahun 1849 dan meninggal pada tanggal 11 Juli 1905 pada umur 55/56 tahun. Muhamad Abduh adalah seorang pemikir muslim dari Mesir dan salah satu penggagas gerakan modernisme Islam. Ia belajar tentang filsafat dan logika di Universitas Al-Azhar (Kairo) dan juga murid dari Jamaluddin al-Afghani (seorang filsuf dan pembaru yang mengusung gerakan Pan Islamisme untuk menentang penjajahan Eropa di negara-negara Asia dan Afrika).
Muhammad Abduh diasingkan dari Mesir selama enam tahun sejak 1882, karena keterlibatannya dalam pemberontakan Urabi. Di Lebanon, Muhammad Abduh sempat giat dalam pengembangan sistem pendidikan Islam. Pada tahun 1884, ia pindah ke Paris, dan bersalam al-Afghani menerbitkan jurnal Islam “The Firmest Bond”.
Salah satu karya Abduh yang terkenal adalah buku berjudul “Risalah at-Tawhid” yang diterbitkan pada tahun 1897. Pemikirannya banyak terinspirasi dari Ibnu Taimiyah dan pemikirannya banyak menginspirasi organisasi Islam, salah satunya Muhammadiyah, karena ia berpendapat Islam akan maju bila umatnya mau belajar, tidak hanya ilmu agama, tetapi juga ilmu sains.
2. Karya-karya Muhammad Abduh
Muhammad Abduh seorang yang amat teliti. Apa yang diceramahkan selalu dengan persiapan yang lengkap. Maka tidaklah mengherankan apabila kebanyakan kuliah dan ceramah Muhammad Abduh itu dalam keadaan siap untuk dibukukan. Di bawah ini disebutkan kitab-kitab karangannya.
a. Al-Waridat, kitab yang pertama dikarangnya ketika masih menjadi mahasiswa Al-Azhar, menerangkan Ilmu Tauhid menurut segi Tasawuf yang dijiwai oleh pokok pikiran Jamaluddin Al-Afghani.
b. Wahdatul Wujud, menerangkan paham segolongan ahli Tasawuf tentang kesatuan antara Tuhan dan makhluk, yakni bahwa alam ini adalah pengejawantahan Tuhan.
c. Syarh Nahjil Balaghah, memuat kesusasteraan bahasa Arab yang berisi Tauhid dan kebesaran agama Islam.
d. Falsafatul Ijtima’i wat Tarikh, disusun ketika memberi kuliah sejarah di Darul Ulum. Menguraikan Falsafah Sejarah dan perkembangan masyarakat.
e. Syarh Bashairin Nashiriyah, uraian ringkasan tentang Ilmu Manthiq (logika) yang telah dikuliahkan di Al-Azhar dan diakui sebagai kitab terbaik dalam ilmu itu.
f. Risalah At-Tauhid, uraian tentang Tauhid yang mendapat sambutan terbaik dari kalangan ulama Muslim dan dari kalangan agama lain. Menterinya telah dikuliahkan di Beirut, menerangkan bagaimana hendaknya manusia dapat mengenal Keesaan Tuhan dengan dalil-dalil rasional. Kitab ini tidak hanya dibaca oleh kaum Muslimin tetapi juga oleh orang-orang terpelajar Masehi. Kitab ini telah ditetapkan menjadi bahan kuliah di Al-Azhar.
g. Al-Islam wa An-Nashraniyah ma’a Al-Ilmi wa Al-Madaniyah, yaitu tangkisan Abduh terhadap serangan Menteri Luar Negeri Prancis, Hanoyoux. Menteri ini mendakwa bahwa ajaran Islam itu menghambat kemajuan. Dalam kitabnya ini, ia memperbandingkan tanggapan kedua agama itu terhadap kemajuan serta membuktikan bahwa ajaran Islam lebih memperhatikan serta mendorong ke arah kemajuan daripada agama Masehi.
h. Tafsir Surat Al-Ashri, yaitu tafsir yang mula-mula dikuliahkan di Al-Azhar kemudian diceramahkan kepada kaum Muslimin dan mahasiswa di Al-Jazair.
i. Tafsir Juz Amma, Tafsir Al-Qur’an juz ke-30 ini diajarkan oleh Abduh di Madrasah Al-Khairiyah, isinya menghilangkan segala macam takhayul dan syirik yang mungkin menghinggapi kaum Muslimin. Tafsir Muhammad Abduh, tafsir ini disusun oleh Rasyid Ridla dari kuliah yang diberikan Abduh di Al-Azhar dan baru sampai juz ke-10. Setelah Abduh wafat, penafsiran diteruskan oleh Rasyid Ridla hingga juz ke-12. Mula-mula dimuat berturut-turut dalam majalah Al-Mannar kemudian dibukukan dengan nama Tafsir Al-Mannar. Pengaruh tafsir ini sangat besar bagi kebangkitan umat Islam sedunia.
3. Filsafat Pendidikan menurut Muhammad Abduh
Tujuan pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian, moral agama, yang dengannya diharapkan mampu menumbuhkan sikap politik, sikap sosial, jiwa gotong royong dan semangat ekonomis. Muhammad Abduh lebih menitik beratkan pada bidang pendidikan, diantaranya pemikirannya tentang pendidikan ialah sebagai berikut:
a. Sistem dan struktur lembaga pendidikan
Dalam pandangan Abduh, ia melihat bahwa semenjak masa kemunduran Islam, sistem pendidikan yang berlaku di seluruh dunia Islam sejak bercorak dualisme. Dengan melakukan lintas disiplin ilmu antar kurikulum madrasah dan sekolah maka jurang pemisah antara golongan ulama dan ilmuan modern akan dapat diperkecil. Pembaharuan pendidikan ini dilakukan dengan menata kembali struktur pendidikan di al-Azhar, kemudian di sejumlah institusi pendidikan lain yang berada di Thanta, Dassuq, Dimyat, dan Iskandariyah. Abduh berharap melalui upaya melakukan pembaharuan di lembaga pendidikan al-Azhar, maka pendidikan di dunia Islam akan mengikutinya. Sebab menurut pertimbangannya, al-Azhar merupakan lembaga dan panutan pendidikan Islam di Mesir secara khusus dan dunia Islam umumnya ketika itu.
Walaupun Muhammad Abduh belum berhasil mengubah universitas al-Azhar menjadi universitas yang setara dengan universitas Barat, namun ia berhasil memasukkan beberapa mata pelajaran umum seperti matematika, aljabar, ilmu ukur, geografi ke dalam kurikulum al-Azhar. Disamping itu, perpustakaan al-Azhar yang pada waktu sebelumnya kurang terpelihara dengan baik, mendapat perhatian secara penuh. Buku-buku al-Azhar yang berserakan di berbagai tempat penyimpanan ia kumpulkan dalam satu perpustakaan yang teratur.
b. Kurikulum
1) Kurikulum al-Azhar
Kurikulum perguruan tinggi al-Azhar disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pada masa itu. Dalam hal ini, ia memasukkan ilmu filsafat, logika dan ilmu pengetahuan modern ke dalam kurikulum al-Azhar. Upaya ini dilakukan agar out-putnya dapat menjadi ulama modern.
2) Kurikulum Sekolah Dasar
Muhammad Abduh beranggapan bahwa dasar pembentukan jiwa agama hendaknya sudah dimulai semenjak masa anak-anak. Oleh karena itu, mata pelajaran agama hendaknya dijadikan sebagai inti semua mata pelajaran. Pandangan ini mengacu pada anggapan bahwa ajaran agama Islam merupakan dasar pembentukan jiwa dan pribadi muslim. Dengan memiliki jiwa kepribadian muslim, rakyat mesir mengembangkan sikap hidup yang lebih baik, sekaligus dapat meraih kemajuan.
3) Kurikulum Sekolah Menengah dan Sekolah Kejuruan
Ia mendirikan sekolah menengah pemerintah untuk menghasilkan tenaga ahli berbagai lapangan administrasi, militer, kesehatan, perindustrian, dan sebagainya. Melalui lembaga pendidikan ini, muhammad abduh merasa perlu untuk memasukkan beberapa materi, khususnya pendidikan agama, sejarah Islam, dan kebudayaan Islam.
C. KH. Hasyim Asy’ari
1. Biografi KH. Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim Asy’ari lahid di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, 14 Februari 1871 dan meninggal di Jombang pada tanggal 21 Juli 1947 pada umur 76 tahun dan diimakamkan di Tebu Ireng, Jombang. Beliau adalah pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Dikalangan Nahdliyin dan ulama pesantren ia dijuluki dengan sebutan Hadratus Syeikh yang berarti maha guru.
KH. Hasyim Asy’ari adalah putera ketiga dari 10 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asy’ari, pemimpin pondok pesantren yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. KH. Hasyim Asy’ari memiliki garis keturunan baik dari Sultan Pajang Jaka Tingkir juga mempunyai keturunan ke Raja Majapahit (Raja Brawijaya V).
KH. Hasyim Asy’ari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin pesanten Ngendang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, ia berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren. Pada tahun 1892, ia pergi menimba ilmu ke Mekah dan berguru pada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi, Syekh Ahmad Amin al-Aththar, dan Syekh lainnya.
Pada tahun 1899, sepulangnya dari Mekah, ia mendirikan pesantren Tebu Ireng, yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20. Pada tahun 1926, KH. Hasyim menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya NU yang berarti kebangkitan ulama.
2. Karya-karya KH. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasjim Asy'ari banyak membuat tulisan dan catatan-catatan. Sekian banyak dari pemikirannya, setidaknya ada empat kitab karangannya yang mendasar dan menggambarkan pemikirannya; kitab-kitab tersebut antara lain:
· Risalah Ahlis-Sunnah Wal Jama'ah: Fi Hadistil Mawta wa Asyrathis-sa'ah wa baya Mafhumis-Sunnah wal Bid'ah (Paradigma Ahlussunah wal Jama'ah: Pembahasan tentang Orang-orang Mati, Tanda-tanda Zaman, dan Penjelasan tentang Sunnah dan Bid'ah).
· Al-Nuurul Mubiin fi Mahabbati Sayyid al-Mursaliin (Cahaya yang Terang tentang Kecintaan pada Utusan Tuhan, Muhammad SAW).
· Adab al-alim wal Muta'allim fi maa yahtaju Ilayh al-Muta'allim fi Ahwali Ta'alumihi wa maa Ta'limihi (Etika Pengajar dan Pelajar dalam Hal-hal yang Perlu Diperhatikan oleh Pelajar Selama Belajar).
· Al-Tibyan: fin Nahyi 'an Muqota'atil Arham wal Aqoorib wal Ikhwan (Penjelasan tentang Larangan Memutus Tali Silaturrahmi, Tali Persaudaraan dan Tali Persahabatan)[12]
· Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyat Nahdlatul Ulama. Dari kitab ini para pembaca akan mendapat gambaran bagaimana pemikiran dasar dia tentang NU. Di dalamnya terdapat ayat dan hadits serta pesan penting yang menjadi landasan awal pendirian jam’iyah NU. Boleh dikata, kitab ini menjadi “bacaan wajib” bagi para pegiat NU.
· Risalah fi Ta’kid al-Akhdzi bi Mazhab al-A’immah al-Arba’ah. Mengikuti manhaj para imam empat yakni Imam Syafii, Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal, tentunya memiliki makna khusus sehingga akhirnya mengikuti jejak pendapat imam empat tersebut dapat ditemukan jawabannya dalam kitab ini.
· Mawaidz. Adalah kitab yang bisa menjadi solusi cerdas bagi para pegiat di masyarakat. Saat Kongres NU XI tahun 1935 di Bandung, kitab ini pernah diterbitkan secara massal. Demikian juga Prof Buya Hamka harus menterjemah kitab ini untuk diterbitkan di majalah Panji Masyarakat, edisi 15 Agustus 1959.
· Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’ Jam’iyyat Nahdlatul Ulama. Hidup ini tak akan lepas dari rintangan dan tantangan. Hanya pribadi yang tangguh serta memiliki sosok yang kukuh dalam memegang prinsiplah yang akan lulus sebagai pememang. Kitab ini berisikan 40 hadits pilihan yang seharusnya menjadi pedoman bagi warga NU.
· Al-Tanbihat al-Wajibat liman Yushna’ al-Maulid bi al-Munkarat. Kitab ini menyajikan beberapa hal yang harus diperhatikan saat memperingati maulidur rasul.
3. Filsafat Pendidikan menurut KH. Hasyim Asy’ari
Ada 8 poin penting yang menjelaskan tentang etika pembelajaran:
a. Keutamaan ilmu serta keutamaan belajar mengajar
b. Etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar
c. Etika seorang murid terhadap guru
d. Etika murid terhadap pembelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani bersama guru
e. Etika yang harus dipedomani oleh guru
f. Etika guru ketika akan mengajar
g. Etika guru terhadap murid-muridnya
h. Etika terhadap buku atau alat yang digunakan dalam pembelajaran
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Khaldun
2. https://www.kompasiana.com/aldifajarsetiawan/5e91d3f4097f3631eb361742/biografi-karya-karya-dan-pemikiran-ibnu-khaldun
3. Enan, Muhammed Abdullah. Ibn Khaldun: His Life and Works.
4. Encyclopædia Britannica, 15th ed. vol. 9. hlm. 148.
5. Gellner, Ernest (1988). Plough, Sword and Book. hlm. 239.
6. Orowan, Egon (1996). A Biographical Memoir by F.R.N. Nabarro and A. S. Argon. Washington, D.C: National Academies Press.
7. Laffer, Arthur (2004). The Laffer Cruve, Past, Present and Future. Heritage Foundation.
8. https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Abduh
9. Ali, A. Mukti. 1995. Alam Pikiran Modern di Timur Tengah. Jakarta: Djambatan.
10. Al-Bahiy, Djarnawi. 1986. Pemikiran Islam Modern, Jakarta: Pustaka Pandji Mas.
11. https://id.wikipedia.org/wiki/Hasjim_Asy%27ari
12. Misrawi, Zuhairi. Hadratussaikh Hasyim Asy'ari Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan, Kompas Media Nusantara, 2010, Hal. 17
Komentar
Posting Komentar